Definisi Fenomenologi
Fenomenologi (phenomenology), merupakan salah satu model penelitian kualitatif yang dikembangkan oleh seorang ilmuan Eropa, Edmund Husserl sekitar tahun1935-an (Herdiansyah,2010:66).Husserl menyatakan, dalam setiap hal, manusia memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap setiap fenomena yang dilaluinya dan hal ini sangat berpengaruh terhadap perilakunya (Giorgi & Giorgi, ibid). Selanjutnya menurut Creswell (2009:20-21), fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana didalamnya penelitian mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman hidup manusia menjadi filsafat fenomenologi sebagai metode penelitian yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah subjek dengan terlibat langsung dan relatif lama didalamnya untuk mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna (Moustakas,ibid).
Mengapa melakukan studi Fenomenologis?
Salah satu
poin penting yang menjadi kelebihan studi fenomenologis adalah pengalaman yang
tersembunyi di dalam aspek filosofis dan psikologis individu dapat terungkap
melalui narasi sehingga peneliti dan pembaca seolah dapat mengerti pengalaman
hidup yang dialami oleh subjek penelitian.
Tujuan dari
penelitian fenomenologis, seperti yang sudah disinggung di awal adalah
mereduksi pengalaman individual terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang
menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut. Fenomenolog
berupaya ”memahami esensi dari suatu fenomena”.
Creswell memberi satu contoh esensi universal
dari suatu fenomena yang menurut saya cukup mudah dipahami, yaitu duka cita.
Duka cita adalah fenomena yang dialami oleh individu secara universal. Duka
cita memiliki esensi universal yang dialami oleh individu terlepas dari siapa
objek yang hilang atau meninggalkannya sehingga sekelompok individu tersebut
berduka. Entah orang terdekatnya yang hilang atau hewan peliharaan yang
disayanginya, duka cita memiliki esensi universal sehingga sangat mungkin
diteliti secara fenomenologis.
Prosedur riset Fenomenologis
Riset fenomenologis selalu berusaha untuk mereduksi pengalaman-pengalaman personal ke dalam kesamaan pemaknaan atau esensi universal (essentializing) dari suatu fenomena yang dialami secara sadar oleh sekelompok individu. Perlu dicatat sekali lagi bahwa pengalaman tersebut merupakan pengalaman individual. Peneliti mengumpulkan cerita dari sekelompok individu untuk dicari kesamaan maknanya.
Bila kita melakukan studi fenomenologi, maka cerita oral tentang pengalaman hidup menjadi bentuk data primer yang wajib dikumpulkan. Untuk memperoleh data tersebut tentu saja dibutuhkan keterbukaan informan untuk mengungkapkan apa yang dialaminya di masa lalu. Beberapa langkah perlu dipahami ketika melaksanakan riset fenomenologis. Saya merujuk pada pendapat pakar metodologi Creswell dalam pemaparan langkah-langkah ini:
» Pertama, peneliti memastikan bahwa apakah rumusan masalah yang dibuat relevan untuk diteliti menggunakan pendekatan fenomenologis. Rumusan masalah penelitian yang relevan menerapkan fenomenologi adalah masalah penelitian dimana sangat penting untuk memahami pengalaman pribadi yang dirasakan sekelompok individu terhadap suatu fenomena yang dialaminya. Pemahaman terhadap pengalaman tersebut sekiranya nanti dapat membantu proses mengembangkan kebijakan atau untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena yang diteliti.
» Kedua, dalam menyusun masalah penelitian, peneliti menangkap fenomena untuk dipertanyakan maknanya bagi sekelompok individu yang mengalaminya. Misalnya, apa maknanya menjadi seorang profesional, apa maknanya menjadi korban HIV/AIDS, apa maknanya kehilangan sesuatu atau orang yang disayangi, dan lain sebagainya.
» Ketiga, peneliti sebagai manusia harus sejauh mungkin meninggalkan pengalaman pribadinya terkait dengan fokus penelitiannya. Upaya ini disebut dengan ”bracket out”. Bracket out dilakukan untuk membantu peneliti memperoleh pemahaman sedalam dan se-objektif mungkin fenomena yang dialami secara personal oleh informan tanpa terkontaminasi oleh pengalaman peneliti sendiri. Sebagai contoh studi fenomenologis tentang orang-orang yang baru saja patah hati. Fenomenolog harus sejauh mungkin menginggalkan pengalamannya patah hati, misalnya.
» Keempat, data fenomenologis berupa narasi deskriptif yang dikumpulkan dari cerita individu yang mengalami suatu fenomena yang diteliti. Data riset fenomenologis diperoleh dari wawancara mendalam dengan sekelompok individu. Jumlahnya tidak dapat ditentukan. Beberapa peneliti merekomendasikan antara 5-25 orang. Pertanyaan yang diajukan seorang fenomenolog bisa beragam. Tipikalnya, peneliti menanyakan tentang apa yang dialami dan bagaimana fenomena tersebut bisa dialami.
» Kelima, proses analisis data pada prinsipnya mirip dengan analisis kualitatif lainnya, yaitu data ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti melakukan koding, klastering, labelling secara tematik dan melakukan interpretasi. Proses tersebut berlangsung bolak-balik sebagaimana analisis data kualitatif pada umumnya.
» Keenam, masing-masing
tema yang muncul dalam proses analisis mengandung narasi verbatim. Secara garis
besar berupa deskripsi tekstual tentang apa yang dialami oleh partisipan dan
bagaimana mereka mengalaminya. Dari deskripsi tekstual tersebut peneliti
mendeskripsikan esensi universal dari fenomena yang ditelitinya. Tipikal
deskripsi tektual yang disusun dalam riset fenomenologi adalah terdiri dari
paragraf yang cukup panjang dan mendalam.
selamat membaca, semoga bermanfaat 😀😀😀
Tidak ada komentar:
Posting Komentar